{[['']]}
Para dalang di daerah Surakarta ke timur pada umumnya menganggap Antasena adalah nama lain dari Antareja. Sedangkan para dalang di Yogyakarta dan daerah sebelah baratnya, dan juga Wayang Golek Sunda, umumnya menganggap Antasena anak Bima dari Dewi Urangayu. Menurut pedalangan gagrak Yogyakarta yang berdasar Kitab Purwakanda, kelahiran Antasena bermula pada niat Resi Bisma untuk memberi kegiatan yang bermanfaat pada Kurawa dan Pandawa, yang waktu itu masih remaja, agar mereka tidak selalu bertengkar. Bisma membuat semacam perlombaan, menggali sungai dari daerah Kurujenggala di utara Astina sampai tembus ke Sungai Gangga.
Dalam penggalian sungai baru itu, para Pandawa diam-diam mendapat bantuan dari anak buah Begawan Mintuna, yakni puluhan ribu ketam, dan belut Dengan demikian pembuatan sungai oleh Pandawa itu dapat dikerjakan dengan lancar dan selesai sebelum waktunya. Sementara para Kurawa, yang juga mengerjakan pembuatan sungai itu dengan giat, mulanya merasa menang karena sungai buatan mereka telah tembus ke sebuah sungai besar yang dikiranya Sungai Gangga. Ternyata, sungai yang dikira Gangga itu sebenarnya adalah sungai buatan Pandawa. Resi Bisma menamakan sungai buatan Kurawa dengan sebutan Sungai Kelawing, sedangkan yang buatan Pandawa dinamai Sungai Serayu. Setelah peristiwa itu, Resi Mintuna memungut Bima sebagai menantunya, dan dikawinkan dengan putrinya yang bernama Dewi Urangayu. Perkawinan inilah yang membuahkan seorang anak, diberi nama Antasena. Dengan demikian, Antasena sesungguhnya adalah anak sulung Bima, karena ia lahir sebelum peristiwa Bale Sigala-gala.
Ketika masih bayi, Antasena pernah diangkat sebagai jago para dewa untuk melawan Prabu Kalarudra, dari Kerajaan Girikedasar. Antasena ternyata menang. Sebagai rasa terima kasih, para dewa menghadiahkan negeri Girikedasar pada Antasena, sedangkan Begawan Mintuna diangkat kedudukannya sederajat dengan para dewa. Dalam pewayangan Antasena akrab dengan Bambang Irawan, putra Arjuna dari Dewi Palupi. Sewaktu Irawan kawin dengan Dewi Titisari, putri Prabu Kresna. Antasena banyak membantunyaa Antara lain Antasena membawakan harimau berbulu putih yang digunakan sebagai mas kawin yang diminta oleh Dewi Titisari.
Dalam lakon Randa Widada Antasena ketika itu pernah menjadi pertapa di Padepokan Randuwatangan dengan nama Begawan Curiganata. Sama dengan nama yang digunakan Prabu Baladewa setelah lengser keprabon, dan menjadi pendeta. Nama 'Antasena' mengandung arti 'keprajuritan atau keperwiraan yang tidak terbatas'. Kata 'an' atau artinya 'tidak'; kata 'anta' artinya 'batas'; dan kata 'sena' atinya 'prajurit, keprajuritan, atau keperwiraan'. Tokoh Antasena, yang tidak terdapat dalam Kitab Mahabarata, menurut pewayangan mati muksa sebagai tumbal (korban) bagi kemenangan keluarga Pandawa, beberapa saat sebelum pecah Baratayuda. Dengan ikhlas ia memilih kematian dengan cara memandang mata kakek buyutnya, Sang Hyang Wenang. Saat itulah tubuhnya mengecil, dan akhirnya hilang.
Cara kematian Antasena ini amat mirip dengan Wisanggeni, anak Arjuna dari Dewi Dresanala. Dulu, sebelum tahun 1950-an, tokoh Antasena hanya dikenal pecinta wayang di daerah Yogyakarta dan wilayah sebelah baratnya yang dalang-dalangnya memakai Kitab Purwakanda sebagai acuannya. Tetapi kemudian dalang-dalang dari daerah lainnya yang menggunakan Kitab Pustakaraja sebagai acuan, termasuk daerah Surakarta, juga menganggap Antasena sebagai tokoh wayang tersendiri, tidak lagi identik dengan Antareja.
ANTASENA, Wayang Kulit Purwa gagrak Yogyakarta
ANTASENA, gambar grafis Wayang Kulit Purwa gagrak Banyumas
ANTASENA, gambar grafis Wayang Kulit Purwa gagrak Surakarta