Latest update :
Recent Updates
Showing posts with label Arjuna. Show all posts
Showing posts with label Arjuna. Show all posts

Arjuna


ARJUNA adalah orang ketiga dari Pandawa lima, putra Dewi Kunti. Dalam pewayangan ia sering dijuluki Panengah Pandawa. Kata 'Arjuna' dalam bahasa Sanskerta artinya 'putih' atau 'bening, bersih'. Dalam pewayangan, Arjuna merupakan tokoh populer selain karena kesaktiannya, ketampanannya, juga karena banyak lakon wayang yang melibatkan namanya.

Sebagai salah seorang dari Pandawa, Arjuna mempunyai dua kakak dan dua orang adik. Abangnya yang sulung adalah Yudistira alias Puntadewa, kelak menjadi raja di Amarta dengan gelar Prabu Darmakusuma. Sesudah itu, abangnya yang kedua, bernama Bima alias Harya Sena, Wijasena, Bratasena, atau Wrekudara. Adik kembar, bernama Pinten dan Tangsen, yang juga dikenal dengan nama Nakula dan Sadewa. Walaupun resminya Arjuna adalah putra raja Astina, namun sesungguhnya ia adalah putra Batara Endra. Hal ini disebabkan Prabu Pandu Dewanata sendiri tidak dapat membuahkan keturunan, karena kekeliruan yang dibuatnya, ia  terkena kutukan Begawan Kindima, seorang brahmana. Kutukan itu menyebutkan, Pandu Dewanata akan mati seketika bilamana ia memadu kasih bersama istrinya. Sejak itulah Pandu tak berani lagi tidur bersama istrinya.

Karena harus ada keturunan untuk melanjutkan dinasti yang memerintah Astina, Pandu mengizinkan istrinya memanggil dewa yang dikehendakinya guna membuahi Kunti. Kebetulan Kunti memiliki Aji "Adityahredaya" yang dipelajarinya dari Resi Druwasa. Ilmu ini menyebabkannya ia kuasa memanggil dewa yang mana saja. Dan, sebagai bagi ayah Arjuna, Dewi Kunti memanggil Batara Endra. Itulah sebabnya, Arjuna juga bernama Endratanaya atau Endraputra.
Selain tampan, Arjuna sejak kecil gemar menuntut ilmu. Untuk menambah ilmunya, jika perlu Arjuna berkelana ke negeri lain. Ia merupakan murid yang paling disayangi Begawan Drona. Guru Besar sang bekerja bagi Kerajaan Astina itu bahkan pernah berjanji, tidak akan mengajarkan ilmunya kepada murid lain, selengkap yang diajarkan kepada Arjuna. Putra Kunti ini juga dikenal sebagai ksatria tekun bertapa. Namun sebagai manusia, Arjuna pun memiliki beberapa kekurangan. Ketampanan wajah dan ilmu tinggi yang dimilikinya, beberapa kali disalahgunakan. Kesalahan yang mencolok adalah ketika ia memburu-buru Dewi Anggraini, walaupun ia tahu bahwa wanita itu telah bersuami. Wanita setia itu akhirnya memilih kematian daripada harus melayani hasrat Arjuna. Arjuna akhirnya bahkan membunuh suami Anggraini, Ekalaya, yang setelah tahu perlakuan Arjuna terhadap Dewi Anggraini lalu menantangnya. (Lakon Palguna - Palgunadi atau Bambang Ekalaya).

Sesudah Baratayuda selesai sifat buruk Arjuna itu masih juga diulanginya lagi. Ia menginginkan Dewi Citrahoyi, padahal wanita itu telah menjadi istri Prabu Arjunapati, raja Sriwedari. Secara sembunyi-sembunyi Arjuna memang berhasil memenuhi hasratnya bercumbu kasih dengan Dewi Citrahoyi melalui jalan serong. Tetapi skandal itu harus ditebus dengan kematiannya. Namun karena kematian Arjuna itu oleh Prabu Kresna dianggap belum waktunya, ksatria tampan itu dihidupkan kembali dengan bantuan bunga pusaka Cangkok Wijayakusuma. Kresna kemudian malahan mengutus patihnya, Udawa, memimpin bala tentara Dwarawati menyerbu Kerajaan Sriwedari. Pada peperangan itu Patih Udawa dan Prabu Arjunapati mati sampyuh, sama-sama gugur. Dengan demikian tiada lagi halangan bagi Arjuna untuk memperistri Dewi Citrahoyi.

Dalam pewayangan, tokoh Arjuna menggambarkan karakter manusia yang berilmu tinggi tetapi kadang-kadang ragu dan bimbang dalam bertindak. Sifat manusiawi Arjuna makin tampak jelas sewaktu akan turun ke gelanggang pertempuran menghadapi Adipati Karna dalam Baratayuda. Ia tahu, Adipati Karna sesungguhnya juga putra Dewi Kunti, bahkan putra sulung. Ketika itulah ia merasa bahwa perang tak ada manfaatnya dan tidak membawa kebaikan baik bagi dirinya maupun bagi dunia. Arjuna berpendapat bahwa baik kalah maupun menang, yang menjadi korban tetap saudara-saudaranya sendiri dan rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa.

Keraguan Arjuna yang manusiawi itu akhirnya lenyap setelah Arjuna menerima wejangan Prabu Kresna. Sebagai titisan Batara Wisnu, Kresna berhasil memberikan motivasi kuat pada Arjuna, bahwa dalam perang tidak ada kakak dan adik, tidak ada guru dan murid, yang ada adalah lawan dan kawan. Selain itu, setiap manusia pada dasarnya hidup di dunia dengan tugas dan kewajiban masing-masing. Manusia harus melaksanakan tugas dan darmanya dengan sebaik-baiknya, tanpa menghitung untung rugi. Wejangan yang panjang lebar itu kemudian dikenal sebagai Bagawat Gita.

Di waktu masih remaja, Arjuna pemah ditegur Kunti karena meminta makanan pada orang lain bagi kedua adiknya: Nakula dan Sadewa, atas dasar belas kasihan. Peristiwa ini terjadi ketika keluarga Pandawa dan Kunti berkelana di hutan setelah lolos dari usaha pembunuhan oleh pihak Kurawa di Bale Sigala-gala. Ketika Nakula dan Sadewa, yang ketika itu masih kanak-kanak, menangis kelaparan, Dewi Kunti menyuruh Bima dan Arjuna untuk mencari makanan bagi adik kembarnya. Arjuna kemudian datang lebih dahulu. Waktu hendak memberikan dua bungkus nasi pada adiknya, Kunti lebih dahulu bertanya tentang asal usul nasi itu. Arjuna menceritakan bahwa nasi itu dimintanya dari seorang lurah di Desa Sendang Kendayakan. "Jika nasi itu berasal dari belas kasihan seseorang, makanlah sendiri. Jangan kau berikan pada adikmu."

Nasi yang dibawa Arjuna itu sebenarnya adalah pemberian Ki Lurah Sagotra, yang menganggap Arjuna berjasa baginya karena telah membuat istrinya yang semula tak acuh menjadi sayang kepadanya. Bahkan, sebagai pernyataan suka citanya, waktu itu Ki Lurah Sagotra bersumpah akan bersedia menjadi tawur atau tumbal perang bagi kemenangan para Pandawa dalam Baratayuda kelak. Tidak lama kemudian Bima datang pula membawa nasi bungkus. Ia menceritakan bahwa nasi itu ia peroleh sebagai imbalan, karena Bima berhasil membunuh Prabu Baka (Prabu Dawaka) yang mempunyai kebiasaan memangsa manusia. Rakyatnya yang berterima kasih padanya minta agar Bima mau menjadi rajanya, namun Bima menolak. Waktu mereka menanyakan imbalan apa yang dapat diberikan, Bima meminta dua bungkus nasi.
"Berikan nasi itu pada adik-adikmu, karena nasi itu kau peroleh dari hasil cucuran keringatmu."

Sebagai manusia Arjuna juga memiliki sifat sombong. Waktu masih remaja, dengan angkuh ia menolak mengadu kepandaian dengan Karna, hanya karena waktu itu Arjuna merasa martabatnya lebih tinggi. Arjuna merasa dirinya keturunan bangsawan, karena ia anak Prabu Pandu Dewanata, sedangkan Karna waktu itu hanya dikenal sebagai anak kusir, sais kereta. Baru di kemudian hari, menjelang Baratayuda, setelah Arjuna tabu bahwa sebenamya Karna adalah kakak tertua satu ibu lain ayah, ia dapat tulus menghargai Karna.

Dalam salah satu lakon wayang Arjuna juga pernah ditegur oleh Semar, panakawannya. Ki Lurah Semar menilai Arjuna terlalu mementingkan diri sendiri dan saudara-saudaranya saja, tetapi kurang memperhatikan kepentingan dan masa depan anak-anak mereka. Teguran itu disampaikan Ki Lurah Semar setelah Arjuna berhasil membunuh Prabu Niwatakawaca, raja raksasa dari Manimantaka yang menjadi musuh para dewa. Ketika itu, sebagai imbalan Arjuna dibolehkan oleh para dewa mengajukan permintaan apa saja. Tanpa berpikir panjang Arjuna minta agar dalam Baratayuda kelak, kelima Pandawa selamat dan menang perang dalam Baratayuda. Permohonan seperti itu dinilai salah besar oleh Semar, karena dalam permohonan itu Arjuna sama sekali tidak memikirkan kepentingan anak-anak dan generasi penerus. Menurut Semar, seharusnya yang pertama-tama dimohonkan selamat, justru adalah anak-cucu Pandawa, dan bukan cuma kelima orang Pandawa saja.

Kelak, dalam Baratayuda terbukti tidak seorang pun anak Pandawa yang hidup. Mereka mati semua, tidak seorang pun yang selamat. Untunglah, cucu Arjuna, yaitu Parikesit yang lahir menjelang Baratayuda usai, selamat. Begitu pula cucu-cucu Bima. Pada waktu para Pandawa harus bersembunyi dan menyamar selama satu tahun, setelah menyelesaikan masa pembuangan selama 12 tahun, mereka berada di wilayah Kerajaan Wirata. Di negeri ini Arjuna menyamar sebagai banci bernama Kendi Wrahatnala. Ia bekerja sebagai guru tari dan guru kesenian lainnya. Penyamaran mereka waktu itu nyaris terbongkar waktu bala tentara Kurawa bersama sekutunya dari Kerajaan Trigata datang menyerbu Kerajaan Wirata. Sebagai ksatria, para Pandawa tidak dapat berdiam diri melihat serangan itu. Mereka turun gelanggang membantu pihak Wirata. Bima dengan gadanya mengamuk, sedangkan Arjuna yang menjadi sais kereta perang, Seta ikut pula meluncurkan anak panahnya. Gerak-gerik dan cara para Pandawa berperang sebenarnya dikenali Kurawa, namun tak dapat dibuktikan bahwa mereka itulah para Pandawa.

Istri Arjuna banyak. Ada 41 orang jumlahnya. Nama para istri Arjuna yang cukup terkenal antara lain adalah Subadra, Srikandi, Larasati, Ulupi (Palupi), Lestari, Manoara, Ratri, Gandawati, Banowati, Manikhara, Citrahoyi, Wilutama, Supraba, dan Dresanala. Tiga nama yang disebut terakhir adalah bidadari. Pada Wayang Golek Purwa Sunda, nama istri Arjuna lainnya adalah Puspawati, Srimedang, Manikarya, Suyakti, dan Partawati. Karena begitu banyak istri Arjuna, sampai-sampai Ki Dalang mengatakan, istri Arjuna saketi kurang siji, yang artinya satu juta kurang satu. Jadi ada 999.999 orang.

Walaupun sudah demikian banyak istrinya, karena ketampanan dan sikapnya yang lemah lembut, Arjuna tetap saja dicintai banyak wanita. Antara lain oleh iparnya sendiri, yaitu Dewi Banowati, istri Duryudana atau Suyudana. Bahkan ketika Banowati menikah dengan penguasa Kerajaan Astina itu, putri cantik itu minta agar Arjunalah yang memandikan dan meriasnya. Dewi Banowati baru terlaksana menjadi istri Arjuna setelah menjadi janda, seusai Baratayuda.

Dalam kehidupan perkawinan Arjuna, yang dianggap sebagai istri utama atau 'permaisuri' adalah Dewi Wara Subadra, adik Prabu Kresna. Tetapi perkawinan mereka tidak berjalan gampang karena sebenarnya ditentang oleh Prabu Baladewa. Raja Mandura ini ingin agar Dewi Subadra dinikahkan dengan Burisrawa, putra Prabu Salyapati. Kisah perkawinan itu dalam pewayangan diceritakan dalam satu lakon wayang tersendiri: Parta Krama. Meskipun Subadra bukan wanita pertama yang menjadi istrinya, dalam pewayangan adik Kresna itu dianggap sebagai permaisuri Arjuna.

Karena istrinya banyak, anak ketiga dari Pandu Dewanata itu juga banyak anaknya, kebanyakan laki-laki. Anak Arjuna yang terkenal antara lain adalah Abimanyu, Bambang Irawan, Bambang Sumitra, Wisanggeni, Bratalaras, Wilugangga, Priyambada, Wijanarka, dan Caranggana. Sedangkan anak perempuannya, antara lain Dewi Pregiwa dan Pregiwati. Semua anak laki-lakinya gugur dalam Baratayuda, tidak seorang pun yang hidup. Demikian pula salah seorang istrinya, Srikandi. Prajurit wanita yang berjasa karena mengalahkan Resi Bisma itu tewas dibunuh Aswatama pada saat tidur.

Dewi Banowati, Janda Prabu Anom Duryudana, yang hanya beberapa waktu menjadi istrinya juga mati dibunuh Aswatama. Tentang banyaknya istri Arjuna, budayawan dan penulis buku-buku wayang Soenarto Timoer berpendapat, bahwa itu hanya merupakan simbolisme. Sebagian besar istri Arjuna adalah putri pendeta, pertapa, yang merupakan guru Arjuna. Memperistri putri para resi yang menjadi gurunya, merupakan simbol dari keberhasilan Arjuna menyadap ilmu sang Guru. Pendapat seperti ini juga dianut banyak pecinta wayang lainnya di Indonesia.

Dalam Baratayuda, ketika mengetahui bahwa Abimanyu gugur secara aniaya, Arjuna mengamuk. Abimanyu adalah putra kesayangannya, yang diharapkan akan menjadi pewaris takhta Astina kelak. Jayadrata, yang telah menghancurkan tubuh Abimanyu dengan injakan kaki gajahnya dan meremukkan kepala anak sulungnya dengan pukulan gada Kyai Glinggang, diancam. Hari itu juga Arjuna mengumumkan tekadnya, bahwa pada peperangan esok hari, sebelum matahari terbenam ia harus sudah berhasil membunuh Jayadrata. Jika tak berhasil, ia akan bunuh diri, bela pati, dengan cara menerjunkan diri ke dalam kobaran api pembakar jenazah anaknya.

Sumpah dan ancaman Arjuna ini oleh Patih Sengkuni justru dipakai sebagai siasat untuk membunuh Arjuna. Esok harinya, Jayadrata dilarangnya turun ke gelanggang perang. Ia disembunyikan di sebuah benteng kokoh, dijaga ketat. Sementara itu untuk melindungi anaknya, Begawan Sapwani, ayah angkat Jayadrata, menciptakan seratus orang jadi-jadian yang semuanya amat mirip dengan Jayadrata. Menurut perhitungan Patih Sengkuni, kalau Arjuna gagal membunuh Jayadrata hari itu, sebagai seorang ksatria utama ia tentu akan menepati janjinya, bunuh diri. Kematian Arjuna tentu amat menguntungkan Kurawa. Akibat siasat yang diatur Sengkuni itu, sampai menjelang sore hari Arjuna tidak berhasil bertemu dengan pembunuh putranya itu.

Menyaksikan kenyataan itu Prabu Kresna mulai cemas. Jika tak berhasil membunuh Jayadrata, maka tidak bisa dicegah lagi Arjuna tentu akan melaksanakan janjinya: bunuh diri, bela-pati pada saat upacara pembakaran jenazah anak kesayangannya. Menjelang sore hari, Prabu Kresna kemudian menggunakan senjata pusakanya, Cakra untuk menghalangi sinar matahari. Suasana di medan perang pun gelap, seolah matahari telah terbenam. Pada saat itulah kepala Jayadrata muncul dari jendela benteng. Jayadrata merasa aman karena mengira hari telah senja dan matahari telah terbenam. Ia juga ingin menyaksikan Arjuna bunuh diri. Kesempatan ini tidak disia-siakan, secepat kilat Arjuna melepaskan anak panah Pasopati menebas leher Jayadrata hingga kepalanya terpotong, tewas seketika. Saat berikutnya, Prabu Kresna menarik kembali senjata Cakra sehingga suasana menjadi terang benderang kembali.

Riwayat Arjuna menurut versi Mahabarata pada beberapa bagian agak berbeda dengan pewayangan. Dalam Mahabarata antara lain disebutkan: Arjuna belajar ilmu perang dari Begawan Drona dan menjadi murid kesayangannya. Karena memenangkan lomba memanah, Arjuna memenangkan sayembara merebut putri mahkota Kerajaan Pancala (di pewayangan kerajaan ini disebut Cempala), Draupadi (di pewayangan disebut Dewi Drupadi). Sedangkan menurut cerita di pewayangan, yang memenangkan sayembara itu adalah Bima, karena berhasil mengalahkan Patih Gandamana, paman Dewi Drupadi. Di pewayangan sayembaranya bukan adu ketrampilan memanah, melainkan berperang tanding sampai mati.

Dalam Kitab Mahabarata, Arjuna juga merupakan salah seorang suami Dewi Drupadi. Menurut kesepakatan di antara para Pandawa, Dewi Drupadi secara bergilir menemani salah seorang dari mereka. Pada suatu hari, seorang brahmana mohon pertolongan pada Arjuna untuk menghadapi kawanan raksasa yang mengganggu pertapaan. Saat itu Arjuna dihadapkan pada pilihan sulit, karena untuk menolong brahmana itu, ia harus masuk ke kamar untuk mengambil senjatanya. Padahal saat itu kakak sulungnya, Yudistira, sedang berada di dalam kamar bersama Dewi Drupadi.

Setelah menimbang-nimbang, Arjuna akhirnya memasuki kamar dan mengambil senjatanya, lalu mengusir para raksasa pengganggu pertapaan. Sesudah selesai, segera ia menjumpai Yudistira dan Drupadi untuk memohon maaf, serta menyatakan siap menerima hukuman. Mereka memaafkannya dan tidak menjatuhkan hukuman apa pun. Tetapi Arjuna menyatakan, ia akan menghukum dirinya sendiri, dengan cara hidup dalam pengasingan selama 12 tahun. Karena bagian kisah ini menyangkut perihal masalah poliandri, maka pewayangan di Indonesia pada umumnya mengabaikan bagian ini. Menurut Kitab Mahabarata, Arjuna antara lain pernah berguru pada Begawan Parasurama (di pewayangan disebut Rama Parasu atau Rama Bargawa). Dari pertapa itu Arjuna memperoleh ilmu tentang cara mempergunakan senjata dan peralatan perang lainnya. Tetapi dalam pewayangan, Arjuna tak pernah berguru pada Rama Bargawa, karena Arjuna berdarah ksatria, sedangkan Rama Bargawa tidak mau menerima murid dari golongan ksatria.

Selain itu, dalam Mahabarata diceritakan pengembaraan Arjuna mencari ilmu juga sampai ke negeri Naga. Di sana ia bertemu dengan putri bangsawan suku Naga bernama Ulupi (di pewayangan disebut Dewi Palupi dan tinggal di Pertapaan Yasarata), dan menikahinya. Mereka berputra Irawat (dalam pewayangan disebut Bambang Irawan). Ketika di Kerajaan Manipura, Arjuna kawin dengan putri mahkota bernama Citranggada. Sebelum meninggalkan negeri Manipura, Citranggada melahirkan seorang putra bernama Babruwahana.

Pengembaraan Arjuna dalam usaha menambah ilmu sampai di negeri Dwaraka (Dwarawati). Di negeri ini Arjuna bertemu dengan Krishna, yang di kemudian hari menjadi pengemudi keretanya dalam Baratayuda di medan Kuruksetra dan sekaligus menjadi guru spiritualnya. Di negara Dwaraka, Arjuna menikah dengan adik Krishna, Dewi Subadra. Dari perkawinan ini lahir Abimanyu.

Arjuna meneruskan pengembaraannya. Dari Batara Agni ia memperoleh busur dan panah pusaka yang dinamakan Gandiwa. Hadiah ini diberikan kepada Arjuna berkat bantuannya kepada Batara Agni dalam melawan Batara Indra dengan membakar hutan Kandawa.

Selanjutnya Arjuna mendaki Gunung Himalaya. la berharap dapat bertemu dengan para dewata untuk memperoleh senjata sakti untuk melawan para Kurawa kelak bila masa pengasingannya telah usai. Di Gunung Himalaya ia menyerang Kirata (Kerata), orang gunung. Tatkala ia sadar siapa sebenarnya yang dihadapi, Arjuna menyembah Kirata, jelmaan Batara Siwa, dan mengakui kekhilafannya. Dari dewa ini Arjuna memperoleh senjata bernama Pasupata atau Pasopati, senjata yang ampuh. Mengetahui hal ini, Batara Indra, Batara Baruna (Waruna), Batara Yama dan Batara Kuwera berdatangan dan menghadiahkan berbagai senjata pusaka. Batara Indra kemudian mengajak Arjuna masuk ke dalam kereta gaib dan membawanya ke sorga, ke ibukota negeri Batara Indra, Amarawati. Di tempat ini Arjuna menghabiskan waktunya beberapa tahun untuk mempelajari ilmu perang, termasuk ilmu perang melawan raksasa dan makhluk halus di lautan. Batara Indra puas akan kemahiran Arjuna, lalu menghadiahkan sebuah mahkota bertakhtakan emas berlian dan berbagai pusaka sakti.

Dengan bantuan para gandarwa Hutan Wanamarta, dalam waktu singkat Kerajaan Amarta tumbuh menjadi negeri yang makmur dan luas jajahannya. Namun karena Pandawa kalah dan tertipu oleh Patih Sengkuni dalam permainan judi dadu, mereka kehilangan Kerajaan Amarta dan terpaksa menjalani pengasingan selama 12 tahun dalam hutan belantara. Pada masa pembuangan itulah Arjuna sering mengembara mencari ilmu. Sebagai hukuman terakhir dalam pengasingannya, di tahun ke-12, Pandawa harus sanggup menyamar sehingga tidak bisa ditemukan para Kurawa. Pandawa menyusup masuk ke wilayah Kerajaan Wirata. Di sini mereka menyamar. Yudistira menyamar sebagai ahli politik dan ketatanegaraan bernama Kangka. Ia menjadi penasihat tak resmi raja Wirata, Prabu Matswapati.

Bima menyaru sebagai pemotong hewan dan ahli masak bernama Balawa, dan Arjuna berperan sebagai banci yang mengajarkan musik dan tari. Waktu itu Arjuna menggunakan nama Brehanala. Sedangkan Nakula dan Sahadewa masing-masing menjadi gembala dan penjinak serta pelatih kuda. Ketika berada dalam masa penyamaran di Kerajaan Wirata ini, ada perbedaan cerita mengenai Arjuna dalam pewayangan dan pada Kitab Mahabarata. Menurut pewayangan, di negeri itu Arjuna menyamar sebagai banci. Tetapi menurut Kitab Mahabarata Arjuna benar-benar menjadi banci. Keadaan ini adalah akibat kutukan Dewi Uruwasi, salah satu bidadari kahyangan.

Kutukan itu kejadiannya begini:
Setelah berhasil membantu para dewa mengalahkan Prabu Niwatakawaca, Arjuna mendapat berbagai anugerah. Selain berbagai senjata pusaka, Arjuna diperkenankan tinggal dengan kedudukan setara raja di Kahyangan, dengan gelar Prabu Kariti. Di tempat ini banyak para bidadari yang terpikat pada ketampanan Arjuna. Dewi Uruwasi, salah satu bidadari yang paling agresif di kahyangan, suatu saat datang merayu Arjuna. Namun Arjuna tidak tergoda. Sang Bidadari menjelaskan bahwa rayuannya itu bukan godaan tetapi perujudan akan hausnya cinta. Dengan sopan Arjuna tetap menolak dengan mengatakan, menurutnya tidak pantas bilamana seorang pria manusia biasa bercinta dengan wanita golongan bidadari.

Dewi Uruwasi memberi alasan bahwa makhluk bidadari tidak terikat akan norma kepantasan yang dibuat manusia. Bidadari boleh bercinta dengan siapa saja, karena itu tidak ada halangan baginya untuk bercinta dengan Arjuna. Karena dengan penjelasan seperti itu Arjuna tetap tidak bersedia melayani hasrat cintanya, maks Dewi Uruwasi pun marah dan menjatuhkan kutukannya: "Sikapmu seperti banci saja ..."
Arjuna menjadi sedih dengan kutukan itu. Namun, Batara Indra Setelah mendengar adanya kutukan itu menghiburnya.
"Kelak dalam perjalanan hidupmu, suatu masa engkau harus menyamar. Dan, kutukan Dewi Uruwasi itu kelak sama sekali tidak akan merugikan engkau, sebaliknya justru akan menguntungkan."

Menurut Kitab Mahabarata, dalam Baratayuda Arjuna berhasil membunuh antara lain raja Trigata. Susarman dan 14 saudaranya, Kama, Jayadrata, dll. serta membantu Srikandi melumpuhkan Resi Bisma. Setelah perang dahsyat di Medan Kurusetra usai. Pandawa yang dipimpin Yudistira menyelenggarakan upacara Aswameda, yaitu upacara korban kuda. Sesudah itu para Pandawa pergi bertapa ke Gunung Himalaya. Sebelumnya, pemerintahan Kerajaan Astina diserahkan kepada putra mahkota, yaitu Parikesit, anak Abimanyu.
Begitu antara lain kisah Arjuna menurut Mahabarata.

Dalam pewayangan, sesudah Arjuna bersama sekalian saudaranya dan ibunya lolos dari usaha pembunuhan di Bale Sigala-gala, berkat pertolongan Sang Hyang Antaboga, mereka mengembara dari hutan ke hutan, hingga akhirnya tiba di wilayah Cempalaradya. Setelah berhasil mendapatkan Dewi Drupadi untuk diperistri Yudistira, Yama Widura, paman para Pandawa menjemput mereka kembali ke Astina. Atas saran Resi Bisma dan Yama Widura para Pandawa diberi tanah berupa Hutan Wanamarta. Bersama saudaranya yang lain, Arjuna ikut membabat Hutan Wanamarta. Saat itu Pandawa mendapat perlawanan dari makhluk halus penghuni hutan itu. Perlawanan makhluk halus itu amat merepotkan karena makhluk halus itu tidak terlihat. Untunglah ketampanan Arjuna menguntungkan seluruh Pandawa.

Waktu itu Dewi Jimambang, putri Begawan Wilwuk, seorang pertapa dari wilayah Kerajaan Pringgadani jatuh cinta kepadanya, dan mereka pun kawin. Dewi Jimambang inilah yang sebenarnya merupakan istri pertama Arjuna. Dari mertuanya Arjuna mendapat minyak pusaka Jayengkaton yang menyebabkannya sanggup melihat segala jenis makhluk halus. Karena minyak sakti itu pula Arjuna dan saudara-saudaranya dapat mengalahkan semua siluman gandarwa penghuni hutan angker itu. Dengan begitu pekerjaan membabat Hutan Wanamarta bisa dirampungkan dan Kerajaan Amarta dapat dibangun.

Dalam pewayangan Arjuna mempunyai banyak nama, antara lain: Permadi, Pamade, Janaka, Palguna, Anaga, Panduputra, Barata, Baratasatama, Danasmara, Dananjaya, Gudakesa, Ciptaning, Kritin, Kaliti, Kariti, Kumbawali, Kumbang Ali-ali, Kuntiputra, Kuruprawira, Kurusatama, Kurusreta, Mahabahu, Margana, Parantapa, dan Parta.

Arti nama-nama Arjuna dalam pewayangan antara lain Panduputra, karena ia anak Pandu: Kuntadi, karena ia memiliki senjata panah sakti; Palguna, karena ia pandai mengukur kekuatan lawan, Dananjaya, karena ia tidak mementingkan harta benda, Prabu Kariti, karena ia pernah diwisuda menjadi raja Tenjamaya — yaitu kahyangan para bidadari; Margana, karena ia dapat terbang walaupun tanpa sayap; Parta karena ia seorang yang berbudi luhur dan sentosa; Parantapa karena ia amat tekun bertapa; Kuruprawira dan Kurusatama karena ia adalah pahlawan Baratayuda yang dilangsungkan di Medan Kurusetra, Mahabahu karena walaupun tubuhnya tidak besar tetapi memiliki kekuatan yang dahsyat; nama Danasmara karena ia tak pernah menolak cinta wanita mana pun.

Dalam Wayang Golek Purwa Sunda Arjuna juga mempunyai banyak nama alias, di antaranya Bang-bang Manonbawa, Banjarasa, Lalumita, Banjarsekti, dan Enasabda. Para dalang Wayang Purwa di Indonesia umumnya menggunakan nama Permadi atau Pamade, untuk menyebut Arjuna ketika masih muda remaja, sebelum kawin dengan Dewi Subadra. Sedangkan nama Janaka atau Arjuna biasa digunakan untuk menyebut Arjuna setelah ia dewasa. Bima, abangnya, menggunakan nama panggilan khusus untuk Arjuna, yakni Jlamprong, yang artinya 'bulu merak'. Sedangkan Dewi Subadra sering menyebutnya 'bapakne kulup' yang artinya lebih kurang sama dengan 'bapaknya si Ucok'. Sementara Dewi Srikandi dan Larasati sering memanggilnya Pangeran, karena Arjuna memang seorang anak raja.

Ksatria berwajah tampan itu pada mulanya tinggal di Kasatrian Madukara. Namun setelah Baratayuda usai ia tinggal di Banakeling, kerajaan kecil yang sebelumnya diperintah oleh Jayadrata. Kasatrian Madukara semula adalah sebuah kerajaan yang diperintah oleh raja gandarwa atau raja jin bernama Kumbang Ali-ali atau Kumbawali. Setelah raja gandarwa ini dikalahkan, ia menyusup ke tubuh Arjuna, dan namanya digunakan sebagai nama alias.

Tentang anak-anak Arjuna yang banyak itu, dapat disebutkan antara lain: Abimanyu, putra tunggal hasil perkawinan dengan Dewi Subadra; dengan Dewi Larasati (Rarasati) seorang anak yaitu Brantalaras. Dengan Dewi Srikandi tidak berputra; dengan Dewi Ratri mendapat seorang putra diberi nama Bambang Wijanarka; dengan Dewi Palupi (ini perkawinan kedua) mendapat seorang putra bernama Bambang Irawan; dengan bidadari Dewi Dresanala berputra Bambang Wisanggeni; dengan Dewi Juwitaningrat berputra Bambang Senggoto; dengan Dewi Jimambang (ini perkawinan pertama) menghasilkan dua putra yakni Bambang Kumaladewa dan Bambang Kumalasekti; dengan bidadari Dewi Wilutama berputra Wilugangga; dengan bidadari Dewi Supraba menurunkan Bambang Prabaksuma; dengan Endang Manuhara mendapat dua orang putri, yakni Dewi Pergiwa dan Pergiwati; sedangkan dengan Dewi Banowati yang dikawininya setelah selesai Baratayuda, Arjuna tidak sempat mendapat anak karena Banowati tidak lama setelah dinikahinya tewas dibunuh Aswatama.

Walaupun demikian ada juga sebagian dalang yang secara tersamar menyebutkan bahwa dua orang anak Dewi Banowati yang resminya putra putri Prabu Anom Suyudana, sesungguhnya juga anak gelap Arjuna. Kedua anak itu adalah Lesmana Mandrakumara dan Dewi Lesmanawati. Dalang penganut versi ini, menyebutkan ketika Lesmana Mandrakumara lahir dan ternyata wajahnya mirip dengan dirinya, Arjuna lalu memohon pada para dewa agar setelah besar kelak bayi itu jangan mirip dirinya. Permohonan itu dikabulkan, karena para dewa telah banyak berhutang budi pada Arjuna. Menurut versi ini, Dewi Banowati sering berselingkuh dengan Arjuna, pada masa ia masih menjadi permaisuri Suyudana.

Selain berkemampuan terbang, Arjuna juga banyak memiliki senjata pusaka. Sebagian besar senjata itu pemberian para dewa, di antaranya, Pulanggeni, Pasopati, Kalanadah, Sarotama, Kalamisani. Keris Kyai Kalanadah yang dalam pewayangan dikatakan berasal dari taring Batara Kala, kemudian dihadiahkan kepada Gatotkaca sebagai 'kancing gelung' ketika putra Bima itu menikahi Dewi Pregiwa. Anak panah pusaka milik Arjuna juga cukup banyak, di antaranya adalah Pasopati, Sarutama, Ardadedali, dan Agnirastra. Cundamanik, anak panah pusaka yang semula milik Begawan Drona yang berasal dari pemberian Dewi Wilutama dan kemudian diwariskan pada Aswatama, akhirnya juga menjadi milik Arjuna, sebagai barang sitaan, seusai Baratayuda. Selain itu, anak panah Arya Sengkali adalah hadiah Begawan Drona bagi Arjuna.

Kisah perkawinan Arjuna dengan Dewi Subadra di pewayangan, agak jauh berbeda dengan yang diceritakan di Kitab Mahabarata. Menurut Kitab Mahabarata, Subadra bisa menjadi istrinya, setelah Arjuna menculik dan melarikannya pada suatu pesta. Peristiwa penculikan Subadra ini membuat Baladewa amat marah dan hendak menghukum ksatria Pandawa itu, namun Kresna mencegahnya. Setelah kemarahan Baladewa reda, Kresna justru mengundang Arjuna ke Dwaraka (Dwarawati) untuk merayakan pernikahan mereka secara pantas, sesuai dengan kedudukan Subadra selaku putri raja Mandura.

Menurut Empu Panuluh, dalam Kitab Hariwangsa yang merupakan lampiran dari Kitab Mahabarata, Arjuna pun sebenarnya juga merupakan titisan Batara Wisnu, sebagaimana halnya dengan Kresna. Menurut Empu Panuluh, sewaktu Kresna menculik Dewi Rukmini, raja Kumbina meminta tolong pada Pandawa agar bersedia menghadapi Kresna, merebut kembali Dewi Rukmini. Yudistira menyanggupi permintaan tolong itu, sehinggga Pandawa terpaksa berperang melawan Kresna. Baladewa, raja Mandura, membela Kresna dan berperang tanding melawan Bima. Keduanya mati sampyuh. Yudistira gugur sewaktu berperang tanding melawan Kresna. Waktu tiba giliran Arjuna berhadapan dengan Kresna, kesaktiannya ternyata seimbang. Sama kuat dan sama sakti. Karenanya Kresna lalu mengubah ujud dirinya menjadi Batara Wisnu. Arjuna pun tidak mau kalah, ia pun mengubah dirinya menjadi Wisnu, sehingga terjadilah perang tanding antara dua Batara Wisnu. Hal ini menyebabkan kahyangan geger clan para dewa terpaksa turun tangan melerainya. Sesudah dilerai para dewa, Arjuna diberi tahu bahwa menurut ketentuan para dewa Dewi Rukmini memang merupakan jodoh Kresna, tidak dapat diganggu gugat. Kresna, dengan Cangkok Wijayakusuma miliknya, lalu menghidupkan kembali Bima, Baladewa dan Yudistira. Intisari tulisan Empu Panuluh ini menyimpulkan bahwa sesungguhnya Arjuna pun memiliki sifat-sifat Wisnu. Tetapi berbeda dengan Kresna, sifat Wisnu pada Arjuna hampir tidak pernah muncul.

Dari sekian banyak anaknya, Arjuna paling sayang pada Abimanyu. Meskipun anak-anaknya yang laim tidak protes, Semar merasa perlu untuk menyadarkan Arjuna agar jangan membeda-bedakan anak dalam soal kasih sayang. Ini terjadi ketika Bambang Sumitra, anak Arjuna dari Dewi Larasati hendak kawin dengan Dewi Asmarawati. Waktu itu Arjuna menanggapi rencana pernikahan itu dengan tak acuh. Karenanya Semar lalu mengambil alih tugas pelaksanaan perkawinan itu. Dalam kapasitasnya sebagai Batara Ismaya ia minta bantuan beberapa orang dewa untuk membantu penyelenggaraanya. Selain itu Semar juga mengerahkan puluhan bidadari yang bertindak sebagai pelayan tamu pada perayaan pernikahan itu, sedangkan hidangan yang disajikan semuanya berasal dari kahyangan. Dengan cara diwelehake (disadarkan secara memalukan dan menyakitkan) ini, Arjuna isyaf bahwa kepada semua anaknya ia harus rata membagi kasih sayang dan perhatian.

Dalam seni kriya pewayangan di Pulau Jawa, rambut Arjuna bergelung Minangkara, mengenakan kain Kampuh Limar Sawo atau Limar Sumbul, kalungnya bernama Candra Katon, dan ikat pingpngnya Limar Ketanggi. Dalam seni kriya Wayang Kulit Purwa, tokoh Arjuna ditampilkan dalam beberapa wanda, yaitu wanda Kinanti, Jimat, Mangu, Renteng, Melati dan Janggleng. Sementara Arjuna muda, yang dalam pedalangan sering disebut Permadi, wandanya adalah Pengasih, Jimat, Pengawe, Pacel, Kinanti dan Penganten.

Selain itu ada juga Arjuna yang memakai samir, atau yang mengenakan selendang. Biasanya Arjuna semacam ini digunakan pada saat pergelaran lakon-lakon sewaktu Arjuna bertapa, dan kadang-kadang dipakai juga untuk peraga tokoh leluhur Pandawa, antara lain Manumayasa. Selain itu ada juga Arjuna lain yang mengenakan mahkota, mirip dengan yang dikenakan oleh Adipati Karna. Peraga wayang Arjuna makutan ini hanya digunakan pada pergelaran lakon Karna Tanding, yaitu salah satu lakon Baratayuda. Pada perang itu, menurut jalinan kisahnya, Arjuna memang mengenakan makhota, agar seimbang dengan lawannya, yaitu Adipati Karna. Perbedaan yang nyata antara bentuk Arjuna dan Permadi dalam seni kriya Wayang Kulit Purwa adalah Permadi atau Pamade mengenakan lebih banyak perhiasan, antara lain kelat bahu dan gelang. Sedangkan pakaian Arjuna lebih sederhana. Di masa tuanya, setelah ia lebih dikenal dengan nama Arjuna atau Janaka, ia hampir tidak mengenakan perhiasan apa pun.

Dalam pergelaran Wayang Orang gaya Surakarta, tokoh Arjuna diperankan oleh penari wanita, sedangkan di daerah Yogyakarta biasanya tokoh itu diperankan penari pria yang bertubuh ramping dan relatif kecil.

Berbagai lakon yang melibatkan Arjuna:
  • Arjuna Lahir
  • Arjuna Papa
  • Babad Wanamarta
  • Arjuna Pingit
  • Arjuna Terus
  • Janaka Banteng
  • Gajah Putih Srati Putri (Kurupati Rabi)
  • Alap-Alapan Rukmini
  • Alap-Alapan Setyaboma
  • Bambang Kandihawa
  • Parta Krama (Perkawinan Arjuna-Subadra)
  • Janaka Papat (Kate Kencana)
  • Babad Wisamarta
  • Semar Mbarang Jantur (Erawati Hilang)
  • Janaka Rangka
  • Janaka Sendang
  • Palguna - Palgunadi
  • Sindusena
  • Cekel Indralaya
  • Sidajati - Sidalamong
  • Pandu Pregola
  • Bambang Margana
  • Sukmadadari
  • Sumong
  • Bambang Manonbawa
  • Makuta Rama
  • Cocogan (Perkawinan Arjuna-Srikandi)
  • Cakranegara
  • Swarga Bandang
  • Alap-Alapan Larasati (Arjuna-Larasati)
  • Alap-Alapan Palupi (Arjuna-Palupi)
  • Arjuna Sendang (Arjuna-Bidadari)
  • Arjuna Wiwaha (Begawan Ciptoning)
  • Semar Minta Bagus
  • Alap-Alapan Surtikanti (Karna-Surtikanti)
  • Endang Werdiningsih (Baladewa Kawin)
  • Kangsa Adu Jago
  • Parta Dewa
  • Abimanyu Lena (Abimanyu Gugur)
  • Jayadrata Lena (Jayadrata Gugur)
  • Karna Tanding (Perang Arjuna-Karna)


 ARJUNA wanda Janggleng, Wayang Kulit Purwa gagrak Surakarta.


ARJUNA wanda Kanyut, Wayang Kulit Purwa gagrak Surakarta


ARJUNA wanda Janggleng, Wayang Kulit Purwa gagrak Yogyakarta



ARJUNA wanda Yudasmara, Wayang Kulit Purwa gagrak Yogyakarta


 ARJUNA wanda Kinanti, Wayang Kulit Purwa gagrak Yogyakarta


ARJUNA Topong, Wayang Kulit Purwa gagrak Surakarta


 ARJUNA Topong, Wayang Kulit Purwa gagrak Yogyakarta


 ARJUNA bermahkota, atau ArjunaTopong, 
digunakan ketika Arjuna berhadapan dengan Adipati Karna
dalam Bharatayuda. 


ARJUNA , gambar grafis Wayang Kulit Purwa gagrak Surakarta


 ARJUNA , gambar grafis Wayang Kulit Purwa gagrak Cirebon (kiri)
dan gandarwa Wiramaya (kanan) yang dikalahkan Arjuna dalam lakon Babad Alas Amerta.
Wanamaya kemudian menyatu dalam diri Arjuna.  


 ARJUNA, Wayang Kulit Purwa Bali  


ARJUNA, gambar grafis Wayang Kulit Purwa Bali 


 ARJUNA, dalam penampilan pada panggung sendratari dengan penari pria.
Tetapi di panggung wayang orang gaya Surakarta, biasanya diperankan penari wanita.


 ARJUNA, Wayang Golek Purwa Sunda  


 ARJUNA, gambar grafis bergaya buku komik, 
berdasarkan penampilan pada panggung Wayang Orang gaya Surakarta


Beberapa Ajian atau Ilmu yang dimiliki oleh Arjuna:
  •  Panglimunan atau Kemayan, untuk membuat dirinya tidak terlihat atau menghilang.
  • Sepiangin, dapat berjalan tanpa membuat jejak.
  • Tunggengmaya, dapat menciptakan sumber air.
  • Mayabumi, dapat memperbesar wibawa sehingga musuhnya takut sebelum berperang.
  • Mundri atau Maundri atau Pengantep-antep, dapat menambah berat tubuhnya, sehingga musuh tak kuat mengangkatnya.
  • Pengasihan, membuatnya dikasihi sesama makhluk.
  • Asmaracipta, menambah kemampuan olah pikir.
  • Asmaratantra, menambah kekuatan dalam peperangan.
  • Asmarasedya, menambah keteguhan hati menghadapi peperangan.
  • Asmaraturida, menambah kekuatan dalam berolah rasa.
  • Asmaragama, menambah kemampuan berolah asmara.
  • Anima, dapat membuat tubuh Arjuna mengecil sehingga tidak terlihat oleh mata.
  • Lahima, dapat membuat tubuh Arjuna menjadi ringan, sehingga ia dapat melayang.
  • Prapki, dapat membuat sampai kie tempat tujuan yang dinginkannya.
  • Matima, dapat megubah ujud dirinya.
  • Kamawasita, membuat Arjuna menjadi perkasa dalam berolah asmara.
{[['']]}

About

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Blvckshadow - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger